Dan malam semakin larut
keheningannya pun menyeruak menggantikan kebisingan deru mesin bergemuruh. Sepi,
sendiri, sunyi, dingin, kelam, dipenuhi imaji akan jiwa yang tlah lelah tuk
berjalan menggapai asa tak bertepi. Jarum jam terus berdetak melingakar pada
porosnya, dan tertuju pada waktu yang tak mampu ditebak kebenarannya. Membawa pada
senja bersama semburat jingga di langit, dan seketika tergantikan oleh purnama
bersama taburan berjuta2 bintang memenuhi galaksi. Dan jagat raya nampak begitu
indah dengan mata dan hati ketika mereka menyatu dalam satu waktu yang
mengikat.
Kepadamu malam, ini semua
hanyalah kisah diantara imaji akan mimpi2 menjemput mentari, kau tak akan
pernah menemukanku, begitu pula aku. Kita tak memiliki alasan untuk berjumpa
disaat nyata membuka mata kita untuk terjaga. Kita bukan bagian dari nyata
lekat dengan harap untuk bertatap. Dalam satu ruang dan waktu kita berada namun
disini kita saling berdiri, menantang matahari ditempat bersekat takdir yang
tak mungkin tuk dipersatukan. Tak ada janji tuk diingkari, hanyasaja mimpi
membuai asa yang tak mampu tuk bersama. Hidup memiliki berjuta cara untuk
mempertemukan, namun hanya ada takdir untuk bertatap nyata, dan itu bukan milik
kita. Setidaknya kita bernaung beratapkan langit yang sama, dan bersapa batas.
Disini aku yang telah lelah,
hanya sanggup menatap semu haru beriring harap. Segala kian tak bertepi,
memutar seperti lingkar kabut andromeda. Walau mentari yang kita nikmati adalah
satu dan sama, namun keberadaan kita terbatas oleh alasan mengapa. Inilah nyata
yang kita punya, diantara mimpi2 yang membuai bualan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar