masih lekat di angan, ketika dalam letih ku meniti hari,
ingin tubuh merebah terbayang mimpi, namun nyanyian malam menyeruak bersama
senyummu, menggoda mata untuk tetap terjaga, nikmati kelam yang semakin memikat
fajar menyingsing. hati enggan beranjak dari tempat semula ku menatap segala
keindahan, segala yang memikat sunyi dan menyekap sepi. hati yang merana tak
lagi bersimpuh lara, lekukan bibir menari dalam riang, tak tertoreh imaji akan
perih yang merajam bagai belati yang haus akan kematian. dalam malam
bersenandung lirih tentang cinta, dimana ada kisah yang entah bagaimana kan
terukir diantara dua jarak yang sesungguhnya berada dalam satu rasa, namun
terpisah takdir. yang mengalun senja dan dinginnya angin menghembus nafas-nafas
kehidupan.
namun, waktu tak menetapkannya sebagai keabadian. kini
lagi-lagi sepi menyapa setiap malam kelam menjelang sebelum purnama benar-benar
tiba di peraduannya. yang ku saksikan kini hanyalah sepi yang terus dan terus
saja mengoyak asa, kala batin menjerit diantara wajah berhias tawa layaknya
bunga bermekaran di musim semi. kini harum bunga tak lagi mewangi seperti musim
semi tiba menyapa bumi, kisah berlalu seperti angin yang meninggalkan sisa-sisa
debu bertaburan di ruang yang mulai usang ini. bersarang laba-laba yang menua
pada waktu yang begitu cepat berlari. bersenandung lirih bernadakan rindu yang
menggebu dan terus saja tersimpan dalam kotak tua yang terkunci rapat.
dan nyata harus berawal ketika takdir membangunkan dari mimpi
indah semalam, mengakhiri segala kenimatan yang begitu memikat dan lekat pada
imaji muda yang bergejolak. terngiang senandung yang terus saja menceritakan
kerinduan erat menggenggam jiwa terkoyakkan oleh suratan. berencana untuk
sebuah alasan, namun tak sejalan dengan restu 'penguasa segala era'.
Rangkaian
nada nada ini masih saja mengalun dalam benak, memahat jelas rindu yang tak
kunjung pergi dari peraduannya. Masih ada satu harap tuk kembali, kembali pada
malam bertatap harap, mengkikis sepi. Dan kepadamu malam, rindu ini memiliki
nama yang tertuju padamu, terlumat pada asa yang terus saja membayang sendu
semu wajah imaji, pada jarak yang tak mungkin berada dalam satu, berseberangan
tatap mata tertuju, melukis lekukan bibir gairah senja dengan pelangi yang
menghiasi mata memandang, dan purnama sebagai lentera dikala kelam datang
menikam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar